Selasa, 08 Februari 2011

(Jumat, (4/2/20011) ‘Qalbun Maridh’


Pesan taqwa:
Mulai dari yang kecil
Faman y’amal
Fattaqu an nara
Umar bin khattab
Pentingya hati yang selamat Qolbun Salim
Alaa bidzikrillahi tathmaiinu al quluub
Lahum qulubun la yafqahuuna biha
Dua potongan ayat tadi memberi penjelasan pada kita tentang makna hati dan fungsi hati. Adalah hati itu bekerja untuk mengingat, memahahami, berfikir dan merasakan. Atau juga bisa disebut akal pikiran. Orang-orang kafir telah diberi panca indera dan akal untuk melihat kebesaran Allah melalui ciptaanNya, namun mereka tidak tersentuh untuk beriman kepada Nya. Sedangkan orang-orang yang telah memiliki keimanan diperintahkan untuk selalu mengingat Allah. Dengan cara selalu mengingat asma dan sifat-sifatNya. Allah lah Ar Razaq, dzat yang tiada pernah lalai untuk mencurahkan rizqi=Nya kepada makhluq-makhluqNya, Al Kholiq = dzat menciptakan kita manusia sebagai laqad kholaqnal insane fii ahsani taqwiim. Kita selalu mengingat Allahu al Mudabbir =  dzat yang mengatur detak jantung kita per menit dan perjam diluar kendali kita tepat sesuai rancanganNya sebagaimana Allah memerintahkan kita sehari semalam 17 rakaat sholat 5 waktu tak lebih dan tidak kurang. Allah lah yang mengatur kebutuhan ezim dan alat pencernaan yang demikian canggih dan rumit, dengan pengaturan itu makanan yang kita makan diubah menjadi nutrisi yang akan merawat seluruh sel-sel tubuh. Maka Allah bertanya kepada kita fa biayyi aalaa irabbuka tukadziban. Maka nikamat Tuhanmu yang mana yang kalian dusta kan. Hati orang mukmin spontan akan menjawab Rabbi la biayyiha. Tuhanku tidak ada!  Semestinya dengan mengingat sifat Allah yang demikian, hati kita akan merasa takut untuk menjauhi Allah mellaui maksiyat. Namun hati  kita selalu rindu dan merasa bahagia ketika seluruh organ tubuh kita, harta kita dan pikiran kita ucarahkan untuk meraih segala amal sholeh agar kita tidak menjadi orang-orang yang merugi di akherat kelak.
 “Kita ini kadang aneh. “Jika lahiriah kita sakit, kita cepat-cepat cari obat. Jika sakitnya ringan, cukup pake ‘obat kios’. Jika agak berat, buru-buru ke dokter. Jika berat dan gak sembuh-sembuh, kita segera ke rumah sakit. Kita bahkan rela dirawat dan mengeluarkan banyak uang jika sakitnya parah dan mengharuskan kita masuk rumah sakit.”
“Tapi, coba kalau yang sakit batiniah kita, hati/kalbu kita. Kita kadang tak segera menyadarinya, apalagi merasakannya. Lebih-lebih terdorong untuk mencari obatnya,” imbuhnya.
“Orang yg sakit jasmaninya, biasanya makan/minum gak enak. Sakit demam saja, kadang segala yang masuk ke mulut terasa pahit di lidah. Padahal tak jarang, orang sakit disuguhi makanan yang enak-enak, yang lezat-lezat, kadang yang harganya mahal-mahal pula. Namun, semua terasa pahit, Karenanya satu oragan penting tubuh kita liver atau jantung saja maka seluruh tubuh kita akan terasa sakit.
Idza sholuhat sholuhat jasadu kulluh wa idza fasadat fasadat jasadu kullu alaa wa hiya al qolb.
“Sebetulnya, mirip dengan sakit lahiriah, sakit batiniah juga membuat penderitanya merasa ‘pahit’. Apa-apa gak enak, gak selera, gak semangat. Shalat berjamaah di masjid ‘pahit’. Shalat malam terasa gak enak. Shaum sunnah gak selera. Baca al-Quran, meski cuma satu-dua halaman, terasa berat. Hadir di majelis taklim, meski cuma satu jam, tak betah. Menimba ilmu agama pun sering gak semangat. Padahal semua amalan tadi-jika diibaratkan makanan-adalah ‘enak’ dan ‘lezat’. Betapa tidak! Baca al-Quran saja, misalnya, meski hanya satu huruf, akan Allah balas dengan sepuluh kebaikan. Bagaimana jika kita membaca setiap hari satu ayat, satu halaman, apalagi satu juz yang bisa terdiri dari ratusan ayat, yang tentu terdiri dari ribuan huruf? Betapa enaknya, betapa lezatnya,” tegas ustad itu lagi mengajak jamaahnya merenung.
*****
Betapa kita sering tak menyadari apalagi merasakan bahwa hati/batiniah kita sering sakit. Padahal mungkin sudah lama kita tak merasakan lezatnya beribadah seperti shalat, membaca al-Quran, shaum, dll; tak merasakan enaknya berinfak di jalan Allah, berdakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar, dll. Bahkan mungkin sudah lama hati kita pun tak lagi bergetar saat mendengar ayat-ayat Allah dilantunkan, apalagi sampai pipi kita ini basah oleh airmata, walau hanya setitik, saat ayat-ayat Allah diperdengarkan. Padahal Allah SWT telah mengabarkan bahwa andai  al-Quran diturunkan pada gunung-gunung yang kokoh, niscaya dia akan menjadi hancur-lebur karena takut kepada Allah (QS al-Hasyr: 21).
  
21. kalau Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah-
rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa keringnya mata dari tangisan adalah karena kerasnya hati. Hati yang keras adalah hati yang paling jauh dari Allah.” (Ibn al-Qayyim, Bada’i’ al-Fawa’id, III/743).
Ibnu al-Qayyim rahimahullah membagi hati menjadi tiga jenis. Pertama: Qalbun Mayyit (Hati yang Mati). Itulah hati yang kosong dari semua jenis kebaikan. Sebabnya, setan telah ‘merampas’ hatinya sebagai tempat tinggalnya, berkuasa penuh atasnya dan bebas berbuat apa saja di dalamnya. Inilah hati orang-orang yang kafir kepada Allah.
Kedua: Qalbun Maridh (Hati yang
Sakit). Qalbun maridh adalah hati yang
telah disinari cahaya keimanan. Namun, cahayanya kurang terang sehingga ada sisi hatinya yang masih gelap, dipenuhi oleh kegelapan syahwat dan badai hawa nafsu. Karena itu, setan masih leluasa keluar-masuk ke dalam jenis hati seperti ini. Orang yang memiliki hati yang sakit, selain tak merasakan lezatnya ketaatan kepada Allah SWT, juga sering terjerumus ke dalam kemaksiatan dan dosa, baik besar ataupun kecil. Hati yang seperti ini masih bisa terobati dengan resep-resep yang bisa menyehatkan hatinya. Namun tak jarang, ia tidak bisa lagi mengambil manfaat dari obat yang diberikan padanya, kecuali sedikit saja. Apalagi jika tak pernah diobati, penyakitnya bisa bertambah parah, yang pada akhirnya bisa berujung pada ‘kematian hati’.
Ketiga: Qalbun Salim (Hati yang Sehat)
Qalbun Salim adalah hati yang
dipenuhi oleh keimanan; telah hilang darinya badai-badai syahwat dan kegelapan-kegelapan maksiat. Cahaya keimanan itu terang-benderang di dalam hatinya. Orang yang memiliki hati semacam ini akan selalu merasakan nikmatnya beribadah (berzikir, membaca al-Quran, shalat malam, dll); merasakan lezatnya berdakwah; merasakan enaknya melakukan amar makruf nahi mungkar; bahkan merasakan nikmatnya berperang di jalan Allah SWT.

Di antara sedikit tanda orang yang memiliki hati yang sehat adalah mereka yang Allah gambarkan dalam firman-Nya: Jika dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, mereka tersungkur dengan bersujud dan menangis (TQS Maryam: 58).
Imam Al-Qurthubi berkata, “Di dalam ayat ini terdapat bukti
bahwa ayat-ayat Allah memiliki
pengaruh terhadap hati.” (al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 11/111).
Inilah juga gambaran hati para salafush-shalih dan generasi orang-orang terbaik dari kalangan umat ini. Jika salah seorang dari mereka melewati ayat-ayat yang menceritakan neraka, hati mereka seperti terasa akan copot karena takut. Jika mereka melewati ayat-ayat yang mengisahkan surga dan kenikmatannya, terasa persendian mereka gemetar karena khawatir mereka akan diharamkan masuk surge dan merasakan kenikmatan yang kekal itu. Dua keadaan inilah yang sering menyentuh hati mereka hingga mereka sering meneteskan airmata. Air mata inilah yang justru akan menyelamatkan mereka dari azab neraka sekaligus memasukkan mereka ke dalam surga. Nabi saw. bersabda, “Ada dua mata yang tak akan disentuh api neraka: mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang tak tidur di malam hari karena berjaga di jalan Allah.” (HR at-Tirmidzi).
Jika kita memiliki hati yang sehat seperti ini, bersyukur dan bergembiralah. Itulah tanda bahwa hati kita sehat (qalbun salim). Hanya hati jenis inilah yang akan diterima Allah SWT saat kita menghadap kepada-Nya (QS asy-Syura: 88-89
  
88. (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
89. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,
Namun, jika hati kita termasuk hati yang sakit, maka segeralah obati dengan tobat, jaga diri dari maksiat, dan perbanyaklah taqarrub kepada Allah SWT dengan selalu taat. Jangan biarkan hati kita makin parah sakitnya, karena bisa-bisa akhirnya hati kita menjadi mati. Na’udzu billah.
Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ‘alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. [abi]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar